Senin, 12 Januari 2015

PROLAPS UTERUS

REFERAT PROLAPS UTERUS



BAB I
PENDAHULUAN

Prolaps organ panggul merupakan penurunan abnormal atau herniasi organ-organ panggul dari posisi seharusnya. Disfungsi dasar panggul dapat menimbulkan gejala yang mengganggu kualitas hidup seperti inkontinensia urine, inkontinensia alvi, prolapsus organ panggul, dan disfungsi seksual. Kebanyakan disfungsi dasar panggul dihubungkan dengan kerusakan dasar panggul selama persalinan pervaginam (Lazarou, 2010).
Frekuensi prolapsus genitalis di beberapa negara berlainan, seperti di laporkan diklinik d’Gynecologie et Obstetrique Geneva insidennya 5,7 %, dan pada priode yang sama di Hamburg 5,4 %. Dilaporkan di mesir, india dan jepang kejadiannya tinggi, sedangkan pada orang negro amerika, indonesia kurang. Pada suku bantu di afrika selatan jarang sekali terjadi. Di indonesia prolapsus uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua, dan wanita dengan pekerjaan berat. Djafar siddik pada penyelidikan selama 2 tahun (1969-1970) memperoleh 63 kasus prolapsus genitalis dari 5.372 kasus ginekologi di rumah sakit Dr.Pirngadi di Medan, terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause, dan 31,74 % pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69 % berumur 40 tahun. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada wanita nullipara (Hanifa, 2006).
Bagi banyak wanita, kehamilan dan persalinan merupakan predisposisi kejadian inkontinensia dan kelemahan dasar panggul. Pengetahuan mengenai trauma otot dasar panggul dan bubungannya dengan inkontinensia dan kelemahan dasar panggul telah meningkat beberapa tahun terakhir. Inti dari dukungan sanggan otot panggul terdiri dari sepasang otot levator ani.(1,2) dimana posisinya dipertahankan oleh jaringan ikat endopelvis dan diinervasi oleh saraf yang berasal dari radiks lubosakral. Semua komponen otot, jaringan ikat, dan inervasi saraf dapat terpapar oleh regangan pada saat melahirkan dan akibat dari keausan dari tahanan intraperitoneal (Goldberg, 2007).
Pada persalinan pervaginam pertama biasanya menyebabkan kompresi jaringan lunak selama beberapa jam. Pada kala 2 tekanan antara kepala janin dan dinding vagina sekitar 100 mmHg hinggga 230 mmHg. Hal tersebut dapat menyebabkan perubahan fisik dan fungsi yang permanen (Goldberg, 2007).
Ruptur perineum, baik episiotomi atau laserasi spontan, dapat mengakibatkan defek vagina atau anus dan/atau inkontinensia alvi. USG endoanal dapat mengindentifikasi adanya cedera otot sphincter ani pada 20%-53% wanita setelah melahirkan secara pervaginam normal (Rieger, et al; 1998) Faktor resiko kejadian inkontinensia alvi dilaporkan sekitar 4%-50% kasus (Crawford, et al; 1993). Inkontinensia flatus dilaporkan enam kali lebih sering pada wanita yang pernah mengalami cedera otot sphincter ani selama persalinan (Crawford, et al; 1993). Resiko inkontinensia alvi meningkat pada persalinan lama, penggunaan forsep, dan episiotomi (Groutz, et al; 1999).


PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX


ABORTUS

REFERAT ABORTUS


BAB I
PENDAHULUAN

Abortus merupakan salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan yang ditandai dengan perdarahan. Seringkali perdarahan pada kehamilan muda dikaitkan dengan abortus. Pada perdarahan kehamilan muda dikenal beberapa istilah sesuai dengan pertimbangan masing-masing, tetapi setiap kali kita melihat terjadinya perdarahan pada kehamilan kita harus selalu berfikir rentang akibat dari perdarahan ini yang menyebabkan kegagalan kelangsungan kehamilan itu sendiri3. Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena kasus abortus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus sering tidak jelas umur kehamilannya dan hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15 – 20% merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan1.
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15 - 20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekai 50%. Hai ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2 - 4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit)1. 

Pada 1988 Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221. Perempuan yang diikuti selama 207 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan, di mana 43 (22 %) mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya. Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut. Kejadiannya sekitar 3 - 5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 abortus ber-urutan adalah 30 - 45%1.


PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

REFERAT HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN


BAB I
PENDAHULUAN
            Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan merupakan salah satu dari tiga rangkaian penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Pada tahun 2001, menurut National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional telah diidentifikasi pada 150.000 wanita, atau 3,7% kehamilan. Selain itu, Berg dan kawan-kawan (2003) melaporkan bahwa hampir 16% dari 3.201 kematian yang berhubungan dengan kehamilan di Amerika Serikat dari tahun 1991 - 1997 adalah akibat dari komplikasi-komplikasi hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.5
Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20 usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya.5
Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan berhubungan secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif  pada sirkulasi uteroplasental, juga karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-kasus berat. Kematian janin diakibatkan hipoksia akut, karena sebab sekunder terhadap solusio plasenta atau vasospasme dan diawali dengan pertumbuhan janin terhambat (IUGR). Di negara berkembang, sekitar 25% mortalitas perinatal diakibatkan kelainan hipertensi dalam kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan adanya hipertensi berat, kejang grand mal, dan kerusakan end organ lainnya.4,5,7,17



PREVIEW
DRIVE GOOGLE

DOWNLOAD
DROPBOX

HIV DALAM KEHAMILAN

REFERAT HIV DALAM KEHAMILAN

BAB I
PENDAHULUAN

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Penyebaran HIV ini berkembang dengan cepat dan mengenai wanita dan anak-anak. AIDS menyebabkan kematian lebih dari 20 juta orang setahun.  Di Indonesia, jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia sejak tahun 2002 hingga Juni 2011 berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI yaitu 26.483 kasus. 1,2
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virus penyebab adalah HIV merupakan virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih, sehingga melemahkan kekebalan manusia dan menyebabkan AIDS. Orang yang terinfeksi virus ini menjadi rentan terhadap infeksi ataupun mudah terkena tumor/kanker. Pada awalnya penularan HIV/AIDS di Indonesia terjadi melalui penularan secara horisontal yaitu melalui cairan tubuh saat terjadi kontak seksual (heteroseksual/homoseksual) atau transfusi darah. Setelah itu, mulai terjadi penularan secara vertikal yaitu dari ibu yang positif HIV/AIDS ke bayi. Pada tahun 2010, sekitar 390.000 anak-anak di bawah 15 tahun terinfeksi HIV. Sekitar 95% anak/bayi/neonatus yang positif HIV/AIDS tertular dari ibunya.1,3,4
Salah satu intervensi untuk mencegah penularan dari ibu penderita HIV/AIDS kepada bayinya yaitu melalui program PMTCT (Prevention of Mother To Child Transmission of HIV).  PMTCT ini sangat penting karena penularan HIV pada anak sebagian besar (90%) terjadi secara vertikal, dan hanya sebagian kecil (10%) sisanya melalui transfusi darah atau penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Infeksi yang ditularkan dari ibu akan mengganggu kesehatan anak. Padahal dengan intervensi yang mudah, proses penularan dapat ditekan hingga sekitar 50%.5,6





PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX

ACUTE FATTY LIVER OF PREGNANCY

REFERAT ACUTE FATTY LIVER OF PREGNANCY


BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan adalah masa yang penuh perubahan fisiologis dan metabolisme ibu. kehamilan penyakit hati terkait adalah penyebab paling sering dari disfungsi hati pada kehamilan dan memberikan ancaman nyata bagi kelangsungan hidup janin dan ibu.1 Selama kehamilan, fungsi hati sintetis dan metabolisme yang dipengaruhi oleh level serum estrogen dan progesterone meningkat. Kehamilan dikaitkan dengan banyak perubahan fisiologis yang normal, yang dapat meniru penyakit hati kronis.jurate

Selama kehamilan, metabolisme hati meningkat adalah penting untuk mengakomodasi meningkatnya permintaan energi dari janin yang sedang berkembang dan detoksifikasi metabolit janin. Konsekuensi patologis stres metabolik kehamilan pada hati yang disorot oleh kehamilan-spesifik penyakit hati termasuk kolestasis intrahepatik kehamilan, hemolisis, peningkatan enzim hati dan trombosit jumlah rendah (HELLP) sindrom, dan perlemakan hati akut dalam kehamilan. Kehamilan dengan hepatomegali telah ditandai tidak lengkap, dan mekanisme seluler dan sinyal mendorong pertumbuhan tersebut tidak diketahui. Kehamilan berhubungan dengan perubahan dalam sejumlah parameter metabolik yang mungkin untuk memberikan kontribusi terhadap pembesaran hati kehamilan, contoh ini adalah hyperphagia, insulin, IGF, hormon pertumbuhan, laktogen plasenta, dan sinyal hormon reproduksi (2, 5, 9, 10, 26). Faktor-faktor ini memainkan peran penting dalam mempertahankan adaptasi fisiologis lain dari kehamilan dan cenderung memiliki berlebihan, aditif, dan peran komplementer pada mendorong pertumbuhan hati.milona


volume plasma mulai meningkat pada minggu ke 6 kehamilan, dan yang dibangkitkan oleh sekitar 50% pada minggu ke 36 kehamilan. Meskipun volume eritrosit terangkat sedikit, hematokrit yang menurun akibat hemodilusi yang terjadi sekunder untuk peningkatan volume darah total. Meningkatnya cardiac output sampai trimester kedua dan kemudian secara bertahap kembali ke batas normal. Koagulasi faktor seperti faktor VII, VIII, X dan fibrinogen yang meningkat karena sintesis hati meningkat. Hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia dianggap sebagai temuan normal dalam kehamilan, karena serum kolesterol dan trigliserida dapat meningkat masing-masing sebesar 50% dan 30%. Waktu protrombin (PT) dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) tidak berubah.1


PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX

MOLA HIDATIDOSA

REFERAT MOLA HIDATIDOSA


BAB I
PENDAHULUAN
                   
Yang disebut penyakit trofoblas adalah penyakit yang mengenai sel sel trofoblas. Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan, sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas dalam kehamilan disebut Gestational Trophoblastic Disease dan yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational Trophoblastic Disease. 1
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian, seringkali perkembangan kehamilan dapat mendapat gangguan. Tergantung dari tahap di mana gangguan itu terjadi, maka hasil kehamilan dapat berupa keguguran, kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin dalam rahim atau kelainan kongenital. Kesemuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi. 1
Demikian pula dengan penyakit trofoblas, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Pada penyakit yang dikenal dengan nama kehamilan anggur atau mola hidatidosa ini, kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu minggu pertama kehamilan. Sel telur yang harusnya berkembang menjadi janin justru terhenti perkembanganya, yang terus berkembang justru sel sel trofoblas yaitu berupa degenerasi hidropik dari jonjot korion sehingga menyerupai gelembung gelembung berisi cairan, mirip anggur. Ukuran gelembung ini pun bervariasi. Ada yang berdiameter 1 milimeter sampai 1-2 sentimeter. Jika dilihat melalui mikroskop, ditemukan edema stroma villi, tidak ada pembuluh darah pada villi, dan proliferasi sel-sel trofoblas (jumlah selnya bertambah). 1,2

Pada umumnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada kalanya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan berupa koriokarsinoma. Jadi yang termasuk penyakit trofoblas adalah mola hidatidosa yang jinak dan koriokarsinoma yang ganas. 1



PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX

KETUBAN PECAH DINI

REFERAT KETUBAN PECAH DINI

BAB I
PENDAHULUAN
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang sangat erat  ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi 1.
Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah dini adalah keadaan  pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam  keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini 1.                 
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan  masalah penting dalam obstetri yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu 1.

Penyebab KPD ini pada sebagian  besar kasus tidak diketahui banyak penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa dokter  menunjukan infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhinya adalah kondisi sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya chlamydia trachomatis, dan nesceria gonorrhea. Selain itu infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput ketuban /amnion yang abnormal, servik yang inkompetensia, serta trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual dan pemeriksaan dalam.



PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX

SINDROM OVARIUM POLIKISTIK

REFERAT SINDROM OVARIUM POLIKISTIK


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) menjadi salah satu masalah endokrinologi pada wanita masa reproduksi, berhubungan dengan kelainan hormonal dan dapat mempengaruhi kesehatan wanita secara umum. Pada kenyataannya, baik gejala klinik, pemeriksaan biokimiawi maupun pemeriksaan penunjangnya dapat memberikan hasil yang bervariasi.1
Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan kelainan kompleks endokrin dan metabolik yang ditandai adanya anovulasi kronik dan atau hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan oleh sebab lain.2
Sindrom ovarium polikistik ( Polycystic Ovarium Syndrome )  juga dikenal sebagai sindroma stein-leventhal (1935) merupakan salah satu gangguan hormonal yang paling sering pada wanita ( 5 dari 10 % dari wanita usia reproduksi (12-45 tahun) ) dan diduga menjadi salah satu penyebab utama infertilitas pada wanita. Sindrom ini diartikan sebagai kumpulan sebagai akibat peningkatan hormon androgen ( hiperandrogenisme) dan adanya gangguan ovulasi, Dimana gambaran berupa polikistik ovarium bilateral dan terdapat gejala ketidakteraturan menstruasi sampai amenorea, riwayat infertil, hirsutisme, retardasi pertumbuhan payudara dan kegemukan. Sindroma ini dicirikan dengan sekresi gonadotropin yang tidak sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan konversi perifer dari androgen menjadi estrogen, anovulasi kronik dan ovarium yang skerokistik dengan demikian sindroma ini merupakan satu dari penyebab paling umum dari infertilitas.2
Belakangan ini diketahui bahwa wanita dengan siklus haid yang reguler dengan keadaan hiperandrogen dengan atau tanpa ovarium polikistik juga dapat menderita SOPK. Selain itu pada beberapa wanita dengan sindroma ini dapat menderita ovarium ovarium polikistik tanpa tanda-tanda klinis hiperandrogen namun terdapat bukti adanya disfungsi ovarium. 1
Alasan yang paling sering menjadi penyebab pasien dengan sindrom ini datang ke dokter ialah adanya gangguan pada siklus menstruasi dan infertilitas, masalah obesitas dan pertumbuhan rambut yang berlebihan serta kelainan lainnya seperti hipertensi, kadar lemak darah dan gula darah yang meningkat.3
Saat ini sudah terbukti bahwa sindrom ovarium polikistik tidak hanya menyebabkan kelainan pada bidang ginekologi saja tetapi juga berkaitan dengan kelainan metabolisme lain, yaitu adanya resistensi insulin yang berimplikasi pada kesehatan jangka panjang pasien. Wanita dengan kelainan ini mempunyai risiko lebih besar untuk mendapat penyakit diabetes melitus, penyakit jantung koroner dan karsinoma endometrium.4
Oleh karena SOPK sering menunjukkan beragam manifestasi klinis maka pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat ditegakkan seakurat mungkin, dengan demikian penatalaksanaan yang diberikan dapat serasional mungkin dan bermanfaat baik secara medikamentosa ataupun operatif.
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang sindroma polikistik ovarium meliputi definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan terapi.




PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX

SISTEM KARDIOVASKULER FETUS INTRA UTERINE

REFERAT SISTEM KARDIOVASKULER FETUS INTRA UTERINE


BAB 1
PENDAHULUAN
Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu cardiac dan vaskuler. Cardiac yang berarti jantung dan vaskuler yang berarti pembuluh darah. Dalam hal ini berarti sistem kardiovaskuler adalah sistem sirkulasi darah yang terdiri dari jantung,  komponen darah dan pembuluh darah1.
Sistem kardiovaskuler merupakan suatu sistem yang secara umum berperan mengedarkan darah ke seluruh tubuh, sekaligus membawa oksigen dan zat gizi ke semua jaringan tubuh serta mengangkut semua zat buangan. Sistem ini melibatkan jantung, pembuluh darah dan darah. Jantung adalah organ berongga dan berotot yang memompa semua darah; sebanyak lebih kurang lima liter; ke seluruh tubuh sekitar satu putaran per menit atau lebih cepat di saat berolahraga. Darah mengalir melalui jaringan pembuluh yang mencapai semua bagian tubuh. Arteri membawa darah dari jantung ke pembuluh pembuluh yang lebih kecil, lalu ke kapiler-kapiler, dan kemudian berbalik memasuki jaringan vena, yang membawa darah kembali ke jantung2.
Fungsi sistem kardiovaskuler antara lain: (1) sebagai alat transportasi, mengangkut bahan-bahan yang dibutuhkan sel seperti oksigen, glukosa, dan lain-lain, serta membawa bahan sisa seperti CO2, urea untuk dibuang; (2) sebagai pengatur/regulasi, yang berperan dalam meyampaikan hormone ke organ target, serta berperan dalam regulasi suhu; (3) sebagai proteksi, ikut berperan dalam sistem imunitas tubuh dan pembekuan darah2.
Sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui sistem kardiovaskuler.  Oleh karena itu melalui judul referat “Sistem kardiovaskuler janin intrauterine” penulis akan membahas lebih mendalam mengenai jantung dan pembuluh darah pada fetus. Pada referat ini akan meliputi anatomi, cara kerja dan bagaimana sistem peredaran darah pada janin.


PREVIEW

DOWNLOAD

ENDOMETRIOSIS

REFERAT ENDOMETRIOSIS

BAB I
PENDAHULUAN

Endometriosis, suatu penyakit yang dewasa ini paling banyak menarik perhatian para ahli di dunia. Menarik karena penyakit ini dapat menyebabkan seorang perempuan susah mendapatkan keturunan, bahkan dapat menurunkan  kualitas hidupnya. Nyeri haid yang disebabkan oleh endo-metriosis menyebabkan kaum perempuan sulit melakukan kegiatannya sehari-hari. Di Amerika Serikat, nyeri haid di-alami oleh 30-50% perempuan usia reproduksi. Sekitar 15 % di antaranya terpaksa kehilangan kesempatan kerja, bahkan tidak dapat masuk sekolah berhari-hari. 25-30 % penyebab infertilitas primer adalah endometriosis.1
Endometriosis merupakan jaringan yang menyerupai endometrium baik kelenjar maupun stroma yang berada d luar kavum uteri dan miometrium. Endometriosis adalah suatu penyakit yang lazim menyerang wanita di usia reproduksi.1 Penyakit ini merupakan kelainan ginekologis yang menimbulkan keluhan nyeri haid, nyeri saat senggama, pembesaran ovarium dan infertilitas.2 Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal dari lapisan uterus yaitu endometrium menyerang organ-organ di rongga pelvis dan tumbuh di sana.  Jaringan endometrium yang salah tempat ini menyebabkan iritasi di rongga pelvis dan menimbulkan gejala nyeri serta infertilitas.1
            Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung atau flek-flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek ini bisa berwarna bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan endometriosis dapat tumbuh di permukaan rongga pelvis, peritoneum, dan organ-organ di rongga pelvis, yang kesemuanya dapat berkembang membentuk nodul-nodul. Endometriosis yang tumbuh di permukaan ovarium atau menyerang bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah disebut sebagai kista endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur. Endometriosis dapat mengiritasi jaringan di sekitarnya dan dapat menyebabkan perlekatan (adhesi) akibat jaringan parut yang ditimbulkannya.1        
            Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara perempuan dan anak perempuan dari wanita yang menderita endometriosis berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang menjadi endometriosis.3 Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 30-40%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30%.2
            Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif tidak memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit tersebut belum terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis hanya dapat dievaluasi saat ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi merupakan tindakan yang minimal invasif tetapi memerlukan keterampilan operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi dari yang ringan sampai berat. Alasan yang dikemukakan tadi menyebabkan banyak penderita endometriosis yang tidak mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk mengetahui apakah endometriosis sudah berhasil diobati atau tidak.2


PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX

Rabu, 07 Januari 2015

PNEUMOCYSTIC CARINII PNEUMONI

REFERAT PNEUMOCYSTIC CARINII PNEUMONI


BAB I
PENDAHULUAN

AIDS atau Sindrom Penurunan Kekebalan Tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Infeksi HIV didapati pada setengah grup risiko tinggi: (1) pria yang homoseksual dan biseksual berjumlah lebih dari 60% kasus AIDS di Amerika Serikat. (2) penyalahgunaan obat intravena berjumlah sekitar 15% kasus. (3) perempuan heteroseksual yang berhubungan dengan pria biseksual dan penyalahguna obat intravena berjumlah kurang dari 10% di Amerika Serikat, tetapi proporsi kasus ini meningkat cepat (hampir 50% kasus baru di semua area). (4) pasien-pasien dengan transfusi produk darah–kebanyakan pada penderita hemofilia dan bayi–diperkirakan mencapai 2%. 1
Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia secara umum memang masih rendah, tetapi Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi (concentrated level epidemic), yaitu adanya prevalensi epidemik lebih dari 5% pada sub populasi tertentu misalnya penjaja seks dan penyalahguna NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya). Surveilans pada donor darah dan ibu hamil biasanya digunakan sebagai indikator untuk menggambarkan infeksi HIV/AIDS pada masyarakat umum. Tingginya tingkat keseriusan dan kematian penderita HIV&AIDS disebabkan berbagai faktor. Salah satu faktor adalah penatalaksanaan pada penderita yang masih kurang tepat, termasuk terlambatnya diagnostik infeksi oportunistik. Padahal infeksi oportunistik inilah yang sering mengantarkan ke arah kematian penderita AIDS. 
Tidak seperti di negara-negara lain yang sudah maju, para pengidap HIV di Indonesia cenderung mudah jatuh ke stadium AIDS oleh karena mengalami infeksi oportunistik. Hal ini dimungkinkan karena pengidap HIV di Indonesia umumnya tinggal dan hidup berdampingan dengan angka kejadian infeksi lain yang masih tinggi. Berbagai infeksi oportunistik yang sering terjadi pada penderita HIV&AIDS di Indonesia adalah toksoplasmosis, sepsis, pneumonia, pneumocystis carinii, tuberkulosis paru, hepatitis B, hepatitis C, infeksi virus sitomegalo, diare kronis, kandidiasis oroesofageal, dan berbagai manifestasi infeksi pada kulit. 
Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan kekebalan tubuh yang dapat timbul akibat mikroba (bakteri, virus, jamur) yang berasal dari tubuh maupun yang sudah ada dalam tubuh manusia namun dalam keadaan normal dapat terkedali oleh kekebalan tubuh. 2
Infeksi oportunistik bergantung berdasarkan tingkat imunosupresi yang biasanya muncul pada penderita dengan CD4 <200/mm3 atau total lymphocyte count <1200/mm3 dan pada prevalensi endemic dari agen penyebab. Pola infeksi oportunistik di berbagai negara dapat berbeda. Di Amerika serikat infeksi oportunistik yang sering dijumpai adalah PCP (Pneumocystic carinii Pneumonia) namun di Indonesia infeksi oportunistik yang sering dijumpai adalah infeksi jamur saluran cerna dan tuberculosis paru. 3

Pneumocystis jiroveci yang sebelumnya dikenal sebagai Pneumocystis carinii itu merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada pasien dengan gangguan system imun diantaranya pasien terinfeksi HIV, penyakit keganasan, penerima transplantasi organ. Infeksi pneumocytis carinii pneumonia ini merupakan salah satu penyebab kematian terbesar pada penderita HIV dengan angka kematian di Amerika Serikat sekitar 60% pada tahun 80-an. 


PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAWAH

REFERAT PERDARAHAN SALURAN CERNA BAWAH


BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasi bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan.(1) pendekatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar atau hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat perdarahan saluran cerna bagian atas dari usus  halus atau kolon bagian kanan, juga dapat menimbulkan melena. Hematokezia (perdarahan merah segar) lazimnya menandakan  sumber perdarahan dari kolon, meskipun perdarahan dari saluran cerna bagian atas yang banyak juga dapat menimbulkan hematokezia atau feses warna marun.(1)(2)
Perdarahan saluran cerna bawah atau Lower gastrointestinal bleeding (LGIB) menyumbang sekitar 20-33% dari episode perdarahan saluran cerna. Walaupun secara statistic, LGIB mempunyai frekuensi yang lebih jarang dari perdarahan saluran cerna bagian atas. Setiap tahunnya sekitar 20-27 kasus per 100,000 populasi pada negara-negara barat. LGIB memerlukan perawatan di rumah sakit dan merupakan faktor morbiditas dan mortalitas di Rumah Sakit. (2)
LGIB mencakup gejala yang luas, mulai dari hematochezia ringan sampai perdarahan masif yag disertai shock. LGIB akut didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi baru saja, yang berasal dari distal ligamen Treitz, yang menghasilkan ketidakstabilan tanda vital, dengan tanda-tanda anemia dengan atau tanpa perlu untuk transfusi darah.(1)(3)
LGIB mempunyai angka kematian mulai dari sekitar 10% sampai 20%, dengan pasien lanjut usia (> 60 tahun) dan pasien dengan komorbidnya. LGIB lebih mungkin pada orang tua karena insiden yang lebih tinggi pada diverticulosis dan penyakit pembuluh darah pada kelompok ini. Insiden LGIB lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita.(3)
LGIB dapat disebabkan oleh berbagai keadaan diantaranya adalah diverticulosis, anorectal diseases, carcinomas, inflammatory bowel disease (IBD), dan angiodysplasias. LGIB juga dapat dibagi menjadi massive bleeding, moderate bleeding, dan occult bleeding dimana terdapat perbedaan dengan faktor predisposisi usia pasien, manifestasi klinis serta penyebab terjadinya perdarahan.(1)(2)(3)




PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX

SIROSIS HATI 1

REFERAT SIROSIS HATI 1


BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis merupakan kata dari bahasa yunani “kirrhos”, yang pertama kali dipakai oleh Laennec pada tahun 1816 yang artinya kuning jingga. Definisi sirosis menurut WHO pada tahun 1978 adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.1
Pada perjalanan penyakit hati kronik, sirosis merupakan stadium yang irreversible. Sirosis dapat distabilisasi dengan mengontrol penyakit penyebab akan tetapi hal ini memberikan konsekuensi seperti hipertensi portal, intrahepatic shunt, gangguan fungsi parenkim hati, gangguan sintesa protein, metabolisme hormon, dan ekskresi empedu.1 Dalam perjalanan awal sirosis dapat mengalami stadium kompensasi yang dapat berlangsung untuk beberapa tahun sebelum akhirnya terjadi dekompensasi. Adanya dekompensasi sirosis hepatis ditandai oleh adanya icterus, hematemesis melena, ascites atau encephalopathy. ikterus terjadi oleh karena terjadi insufisiensi hepatik. Hematemesis melena biasanya disebabkan oleh varises esophagus karena konsekuensi terjadi hipertensi portal dan sirkulasi yang hiperdinamik. Ascites terjadi oleh karena tekanan hidrortatik yang meningkat, tekanan koloid onkotik yang menurun serta terjadi retensi natrium. Encephalopathy terjadi oleh karena adanya portosistemik shunt, yang akan mengakibatkan edema otak.2

Menurut WHO, 1,8% kematian di Eropa disebabkan oleh sirosis hati. Sirosis hati menyebabkan 170.000 kematian setiap tahunnya.3 Di Amerika sirosis hati merupakan urutan ke dua belas penyebab kematian, dicatat pada tahun 2007 ada 29.165 kematian oleh karena sirosis dengan angka mortalitas 9,7 setiap 100.000 orang. Penyebab utama dari sirosis hati adalah penyalahgunaan alcohol, hepatitis virus, dan nonalcoholic fatty liver disease yang akhir – akhir ini meningkat.4


PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX

GAGAL JANTUNG AKUT

REFERAT GAGAL JANTUNG AKUT


BAB I  
PENDAHULUAN

Heart Failure (HF) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan HF harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
·         Gejala-gejala (symptoms) dari HF berupa sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga.
·         Tanda-tanda (signs) dari HF berupa retensi air seperti kongesti paru, edema tungkai.
·         Dan objektif, ditemukannya abnormalitas dari stuktur dan fungsionalitas jantung. (Tabel 1)1
Tabel 1. Gagal Jantung adalah Sindrom klinis di mana pasien Memiliki Gejala Berikut
Gejala gagal jantung yang khas
(sesak napas saat istirahat atau latihan, kelelahan, pergelangan kaki bengkak)
And
Tanda-tanda khas gagal jantung
(takikardia, tachypnoe, , efusi pleura,
peningkatan JVP, edema perifer, hepatomegali)
And
Bukti obyektif dari struktural kelainan fungsional jantung saat istirahat
(kardiomegali, bunyi jantung ketiga, murmur jantung, kelainan pada echocardiogram,
peningkatan konsentrasi peptida natriuretik)

HF dapat memberikan spektrum klinis yang luas, mulai dari ukuran jantung LV yang masih normal, dengan Ejection Fraction (EF) yang masih cukup, sampai LV dilatasi berat, dengan/ atau EF yang sangat buruk. Manifestasi klinis utama dari HF adalah sesak nafas, mudah capek yang mengakibatkan toleransi aktivitas berkurang, retensi air yang dapat memicu edema paru dan edema perifer.
Perlu diingat bahwa keluhan dan gejala bisa berbeda pada setiap individu, ada sesak nafas, belum tentu ada edema perifer dan sebagainya.1
Untuk menilai gangguan dan kapasitas fungsional dari HF, pertama kali diperkenalkan oleh New York Heart Association (NYHA) tahun 1994, yang membagi HF menjadi 4 klasifikasi, dari kelas 1 sampai kelas 4tergantung dari tingkat aktivitas dan timbulnya keluhan, misalnya sesak sudah timbul pada waktu istirahat menjadi kelas 4, sesak timbul pada waktu melakukan aktivitas ringan menjadi kelas 3, sesak timbul saat aktivitas sedang menjadi kelas 2, sedangkan kelas 1 sesak timbul saat beraktivitas berlebih. Kasifikasi menurut NYHA lebih banyak atau pada umumnya berdasarkan keluhan subyektif.1

Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) pada tahun 2005 yang menekankan pembagian HF berdasakan progresivitas kelainan struktural dari jantung dan perkembangan status fungsional. Klasifikasi dari ACC/AHA ini, perkembangan HF dibagi juga menjadi 4 stages, A,B,C dan D. Stage A dan B jelas belum HF, hanya mengingatkan pelaksana pelayanan kesehatan (heakth care provider) bahwa kondisi ini ke depan dapat masuk kedalam keadaan HF. Stage A menandakan ada faktor risiko HF (diabetes, hipertensi, PJK) namun belum ada kelainan struktural dari jantung (cardiomegali, LVH, dll.) maupun kelainan fungsional. Sedangkan pada stage B ada faktor-faktor risiko HF seperti pada stage A dan sudah terdapat kelainan struktural, LVH cardiomegali dengan atau tanpa gangguan fungsional, namun bersifat asimptomatik. Stage C, sedang dalam dekompensasi dan atau pernah HF, yang didasari oleh kelainan struktural dari jantung. Stage D adalah yang benar-benar masuk kedalam refractory HF, dan perlu advance treatment strategies. Juga apabila dilihat dari segi onsetnya, maka HF dapt dibagi menjadi new onset HF, transient HF, dan chronic HF. New onset HF merujuk ke presentasi klinis pertama HF, transient HF merujuk ke HF simptomatik terbatas pada periiode waktu tertentu, walaupun pengobatan jangka panjang masih diperlukan, misalnya HF karena myokarditis ringan dan sembuh secara baik. HF karena ischemia, dilakukan revaskularisasi dan berhasil. HF [ada infark akut yang tidak memerlukan terapi diuretik jangka panjang. Chronic HF dapat berupa persisten atau perburukan HF yang didasari oleh chronic HF (dekompensasi) merupakan HF terbanyak dari seluruh bentuk HF yang dirawat di rumah sakit, yakni 80% dari jumlah semua kasus.1


PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX

ANEMIA PADA SIROSIS HATI

REFERAT ANEMIA PADA SIROSIS HATI



BAB 1
PENDAHULUAN

               Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan sel hati, dengan memberikan gambaran klinis akibat kegagalan sel hati dan hipertensi portal (1). Hati merupakan organ yang penting dalam tubuh kita yang turut mempertahankan sistem hemopoesis. Seperti diketahui fungsi dari hati adalah sebagai berikut (2) :
1. Pusat dari metabolisme tubuh
2. Detoksifikasi zat-zat racun
3. Sebagai tempat penyimpanan zat-zat seperti glikogen, protein, vitamin, besi dan lain-lain.
4. Menghasilkan protein esensial yang diperlukan untuk hemopoesis.
5. Tempat sintesa faktor-faktor pembekuan
                Bila oleh karena sesuatu sebab, hati tidak dapat lagi melaksanakan fungsinya dengan normal, maka sistim hemopoesis akan terganggu (3). Sehubungan dengan adanya kerusakan sel hati dan gangguan fungsi hati tersebut maka pada sirosis hati, anemia dapat terjadi.
               Anemia sering ditemukan pada sirosis hati, sekitar 60-75%. Beratnya anemia tidak berhubungan dengan beratnya kelainan hati dan sebabnya belum diketahui.
               Banyak faktor etiologi, masing-masing dapat berdiri sendiri atau bersamaan. Dapat dikemukakan diantaranya defisiensi (asam folat, besi), hemolisis, hipersplenisme, kegagalan sumsum tulang dan faktor penyakit hati sendiri.
               Pada penyakit sirosis hati yang disertai hipertensi portal, akan terjadi penambahan volume plasma yang mengakibatkan hemodilusi. Bila alkohol sebagai penyebab kerusakan hati, maka alkohol juga ternyata dapat bersifat toksik terhadap sumsum tulang sehingga terjadai penekanan hemopoesis (4).
               Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia pada sirosis hati dengan alkoholik, yang terpenting adalah penekanan hemopoesis pada sumsum tulang. Penggunaan alkohol kronis menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme asam folat atau defisiensi asam folat dengan gambaran anemia megaloblastik, terjadinya perdarahan dan umur eritrosit yang memendek (anemia hemolitik).
               Menurut Sherlock dkk alkohol dapat menimbulkan gambaran eritrosit berupa makrositik tebal, yang disebabkan oleh efek toksik alkohol pada sumsum tulang. Juga makrositik tebal ini karena adanya defisiensi asam folat dan vitamin B12 yang disebabkan oleh alkohol. Pada berbagai penelitian, perdarahan terjadi sekitar 70% pasien sirosis hati alkoholik, yang terbanyak berasal dari perdarahan saluran cerna, tetapi dari hidung, hemorroid dan uterus umumnya sering terjadi dan dihubungkan dengan kelainan homeostasis.
               Pada umumnya anemia pada sirosis hati tanpa komplikasi mempunyai tingkat anemia yang ringan sampai sedang. Tetapi kadang-kadang dijumpai anemia berat, bila terjadi komplikasi perdarahan varises esofagus atau perdarahan ditempat lain.
               Pada penelitian 35 pasien sirosis hati alkoholik, Hb rata-rata ditemukan 12,3 gr/dl. Hb dapat menurun dibawah 10 gr/dl bila timbul komplikasi sirosis hati. Kira-kira 5% pasien mengalami gangguan hepatoseluler berat, umur eritrosit menjadi pendek, terjadi anemia hemolitik yang ditandai dengan adanya spur sel dan Hb yang dijumpai dapat mencapai < 5 gr/dl serta bila fungsi hati diperbaiki maka remisi dapat terjadi. Anemia hemolitik dapat terjadi pada ketergantungan alkohol pada penyakit hati yang relatif ringan.

               Umumnya anemia ringan dan sedang, serta mempunyai kecendrungan sembuh sendiri bila alkohol diberhentikan (5) .   


PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX