BAB I
PENDAHULUAN
Prolaps organ panggul merupakan penurunan abnormal atau herniasi
organ-organ panggul dari posisi seharusnya. Disfungsi dasar panggul dapat
menimbulkan gejala yang mengganggu kualitas hidup seperti inkontinensia urine,
inkontinensia alvi, prolapsus organ panggul, dan disfungsi seksual. Kebanyakan
disfungsi dasar panggul dihubungkan dengan kerusakan dasar panggul selama
persalinan pervaginam (Lazarou, 2010).
Frekuensi prolapsus
genitalis di beberapa negara berlainan, seperti di laporkan diklinik
d’Gynecologie et Obstetrique Geneva insidennya 5,7 %, dan pada priode yang sama
di Hamburg 5,4 %. Dilaporkan di mesir, india dan jepang kejadiannya tinggi,
sedangkan pada orang negro amerika, indonesia kurang. Pada suku bantu di afrika
selatan jarang sekali terjadi. Di indonesia prolapsus uteri lebih sering
dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua, dan wanita dengan
pekerjaan berat. Djafar siddik pada penyelidikan selama 2 tahun (1969-1970)
memperoleh 63 kasus prolapsus genitalis dari 5.372 kasus ginekologi di rumah
sakit Dr.Pirngadi di Medan, terbanyak pada grande multipara dalam masa
menopause, dan 31,74 % pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69 % berumur
40 tahun. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada wanita nullipara (Hanifa, 2006).
Bagi banyak wanita, kehamilan dan persalinan merupakan predisposisi
kejadian inkontinensia dan kelemahan dasar panggul. Pengetahuan mengenai trauma
otot dasar panggul dan bubungannya dengan inkontinensia dan kelemahan dasar
panggul telah meningkat beberapa tahun terakhir. Inti dari dukungan sanggan
otot panggul terdiri dari sepasang otot levator ani.(1,2) dimana posisinya
dipertahankan oleh jaringan ikat endopelvis dan diinervasi oleh saraf yang
berasal dari radiks lubosakral. Semua komponen otot, jaringan ikat, dan
inervasi saraf dapat terpapar oleh regangan pada saat melahirkan dan akibat
dari keausan dari tahanan intraperitoneal (Goldberg, 2007).
Pada persalinan pervaginam pertama biasanya menyebabkan kompresi jaringan
lunak selama beberapa jam. Pada kala 2 tekanan antara kepala janin dan dinding
vagina sekitar 100 mmHg hinggga 230 mmHg. Hal tersebut dapat menyebabkan
perubahan fisik dan fungsi yang permanen (Goldberg, 2007).
Ruptur
perineum,
baik episiotomi atau laserasi
spontan, dapat mengakibatkan
defek vagina
atau anus dan/atau inkontinensia alvi. USG endoanal dapat
mengindentifikasi adanya
cedera otot sphincter ani pada 20%-53% wanita setelah melahirkan secara
pervaginam normal (Rieger, et al; 1998) Faktor resiko kejadian inkontinensia alvi dilaporkan sekitar 4%-50% kasus (Crawford, et al; 1993). Inkontinensia flatus dilaporkan enam kali lebih
sering pada wanita
yang pernah
mengalami
cedera
otot sphincter ani selama persalinan (Crawford, et al; 1993). Resiko
inkontinensia alvi meningkat
pada persalinan
lama,
penggunaan forsep, dan episiotomi
(Groutz, et al; 1999). PREVIEW
GOOGLE DRIVE
DOWNLOAD
DROPBOX