Senin, 12 Januari 2015

PROLAPS UTERUS

REFERAT PROLAPS UTERUS



BAB I
PENDAHULUAN

Prolaps organ panggul merupakan penurunan abnormal atau herniasi organ-organ panggul dari posisi seharusnya. Disfungsi dasar panggul dapat menimbulkan gejala yang mengganggu kualitas hidup seperti inkontinensia urine, inkontinensia alvi, prolapsus organ panggul, dan disfungsi seksual. Kebanyakan disfungsi dasar panggul dihubungkan dengan kerusakan dasar panggul selama persalinan pervaginam (Lazarou, 2010).
Frekuensi prolapsus genitalis di beberapa negara berlainan, seperti di laporkan diklinik d’Gynecologie et Obstetrique Geneva insidennya 5,7 %, dan pada priode yang sama di Hamburg 5,4 %. Dilaporkan di mesir, india dan jepang kejadiannya tinggi, sedangkan pada orang negro amerika, indonesia kurang. Pada suku bantu di afrika selatan jarang sekali terjadi. Di indonesia prolapsus uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua, dan wanita dengan pekerjaan berat. Djafar siddik pada penyelidikan selama 2 tahun (1969-1970) memperoleh 63 kasus prolapsus genitalis dari 5.372 kasus ginekologi di rumah sakit Dr.Pirngadi di Medan, terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause, dan 31,74 % pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69 % berumur 40 tahun. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada wanita nullipara (Hanifa, 2006).
Bagi banyak wanita, kehamilan dan persalinan merupakan predisposisi kejadian inkontinensia dan kelemahan dasar panggul. Pengetahuan mengenai trauma otot dasar panggul dan bubungannya dengan inkontinensia dan kelemahan dasar panggul telah meningkat beberapa tahun terakhir. Inti dari dukungan sanggan otot panggul terdiri dari sepasang otot levator ani.(1,2) dimana posisinya dipertahankan oleh jaringan ikat endopelvis dan diinervasi oleh saraf yang berasal dari radiks lubosakral. Semua komponen otot, jaringan ikat, dan inervasi saraf dapat terpapar oleh regangan pada saat melahirkan dan akibat dari keausan dari tahanan intraperitoneal (Goldberg, 2007).
Pada persalinan pervaginam pertama biasanya menyebabkan kompresi jaringan lunak selama beberapa jam. Pada kala 2 tekanan antara kepala janin dan dinding vagina sekitar 100 mmHg hinggga 230 mmHg. Hal tersebut dapat menyebabkan perubahan fisik dan fungsi yang permanen (Goldberg, 2007).
Ruptur perineum, baik episiotomi atau laserasi spontan, dapat mengakibatkan defek vagina atau anus dan/atau inkontinensia alvi. USG endoanal dapat mengindentifikasi adanya cedera otot sphincter ani pada 20%-53% wanita setelah melahirkan secara pervaginam normal (Rieger, et al; 1998) Faktor resiko kejadian inkontinensia alvi dilaporkan sekitar 4%-50% kasus (Crawford, et al; 1993). Inkontinensia flatus dilaporkan enam kali lebih sering pada wanita yang pernah mengalami cedera otot sphincter ani selama persalinan (Crawford, et al; 1993). Resiko inkontinensia alvi meningkat pada persalinan lama, penggunaan forsep, dan episiotomi (Groutz, et al; 1999).


PREVIEW
GOOGLE DRIVE

DOWNLOAD
DROPBOX


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menemukan masalah?
Silakan cuap cuap disini....